Rabu, 02 November 2011

Tugas Perdanaku ( TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT)


KATA PENGANTAR
            Sebagai penulis tiada kata yang pantas untuk di ucapkan selain rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga kehadirat Allah SWT atas anugerah yang telah diberikannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul “ TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT“.
            Sangat disadari makalah ini diselesaikan hanya dengan petunjuk dari Allah SWT, penulis juga menyadari makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dan banyak keterbatasan sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat konstruktif dan membangun sehingga terarah pada kesempurnaan tulisan ini kemudian dapat menjadikan pembelajaran kepada penulis pada tugas-tugas selanjutnya.

            Penulispun tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya atas bimbingan dan arahan dalam penyusunan materi sehingga penyusunan tugas ini dapat terselesaikan kepada :
1.      Allah SWT atas nikmat kesehatan dan kesempatan.
2.      Orang tua yang memberikan bantuan secara moril dan materil serta do’anya yang selalu tercurah.
3.      Dosen Teknik Radiologi dan dosen pembimbing.
4.      Kakak – kakak senior yang juga membimbing dalam pembuatan tugas.
Akhir kata penulis sangat mengharapkan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai bahan referensi dan pembelajaran di bidang radiologi, penulispun mengharapkan agar karya tulis ini juga dapat menjadi pemandu dalam pembuatan tugas-tugas selanjutnya. 
Wassalam.

                                                                        Makassar,        November 2010


                                                                                    Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Penemuan sinar X oleh Prof. Willem Conrad Roentgen pada penghujung tahun 1895 telah membuka cakrawala kedokteran dan dianggap sebagai salah satu tonggak sejarah yang paling penting untuk saat itu. Ilmu Radiologi adalah bagian dari ilmu kedokteran yang memiliki peranan penting dalam proses penegakkan diagnosa. Untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit yang terletak didalam tubuh memerlukan pemeriksaan radiodiagnostik. Dengan pemeriksaan ini organ-organ yang berada dalam tubuh dapat diperlihatkan melalui gambaran atau pencitraan radiografi.
Perkembangan selanjutnya membuktikan bahwa sinar X ini bukan hanya bermanfaat untuk mendiagnosis penyakit tetapi juga dapat digunakan sebagai pengobatan penyakit kanker (radioterapi, onkologi radiasi).
Pemeriksaan yang juga memerlukan kreatifitas yang optimal adalah pemeriksaan ekstremitas bawah dalam hal ini ankle joint yang bertujuan untuk memberikan gambaran struktur, fisiologi dan patologi dari ankle joint. Pemeriksaan ini dapat mengevaluasi agar gambar tampak lebih jelas dan dapat memberikan informasi yang optimal, jenis pemeriksaan radiologi ini yang sering kita temui di unit radiologi adalah pemeriksaan ankle joint dengan proyeksi antero posterior (AP) dan lateral namun untuk memperjelas gambaran radiograf dari ankle joint khususnya proyeksi AP digunakan proyeksi yang disebut dengan Mortise View.
Dari tugas yang diberikan oleh dosen Teknik Radiografi tentang pemeriksaan ankle joint maka dibuatlah tugas ini dengan judul “ TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT.“
1.2.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pemeriksaan ankle joint.
2.      Proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan ankle joint.
3.      Bagaimana pemrosesan film dari awal hingga akhir sehingga mnghasilkan foto yang berkualitas.
1.3.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui proyeksi pada pemeriksaan ankle joint.
2.      Untuk mengetahui hasil radiografi pada proyeksi-proyeksi.
3.      Untuk media pembelajaran untuk tugas berikutnya.
1.4.      Manfaat
1.      Pengetahuan proyeksi-proyeksi pada ankle joint.
2.      Mngatahui hasil radiograf ankle joint
3.      Menambah pengetahuan dan pemahaman dalam ilmu radiologi.
4.      Penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat umumnya bagi pembaca dan penulis khususnya.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
4.1.      Anatomi dan Fisiologi
Ankle Joint (pergelangan kaki) merupakan persendian yang paling sering mengalami cidera pada orang dewasa. Penentuan bagaimana penanganannya biasanya hanya berdasarkan pemeriksaan klinis dan interpretasi dari foto-foto rontgen yang umumnya dilakukan di rumah sakit
Sendi pergelangan kaki (ankle joint) juga adalah sendi engsel yang dibentuk antara ujung bawah beserta maleolus medialisnya, dan maleolus lateralis dari fibula yang bersama-sama membentuk sebuah tulang untuk menerima badan talus. Kapsul sendi diperkuat oleh ligament-ligamen penting yang bersangkutan. Ligament deltoid di sisi medial berjalan dari maleolus medial ke tulang-tulang tarsal yang mendampinginya dan sering mengalami robek yang parah bila pergelangan kaki terkilir.
Gerakan sendi pergelangan kaki adalah fleksi (gerakkan melipat sendi) dan ekstensi (gerakkan membuka sendi) atau lebih biasa disebut dorsi-fleksi dan plantar-fleksi.
Stabilitas pada mortise ankle joint beergantung pada struktur tulang-tulang dan ligamen. Persendian utama yang berada diantara talus dan cekungan tibia. Talus yang berbentuk seperti pelana kuda sangat pas kedudukannya dengan cekungan tibia dan benturan kecil saja pada keharmonisan dari tibiotalar joint ini akan mengurangi kontak area dan akan membebani articular cartilago hal ini yang akan menyebabkan adanya arthrosis.
           
4.2.      Patologi

Indikasi yang  biasa terjadi pada ankle joint sehingga memerlukan pemeriksaan radiologi adalah :
1.      Dislokasi, yaitu terlepasnya kompresi jaringan tulang dari persatuan sendi. Dislokasi ini hanya dapat komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Dengan kata lain : sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Interpretasi Radiograf dari Beberapa Kasus Pada Foto Ankle Joint
Tampak fraktur pada medial malleolus. Fraktur ini dapat disebut  avulsion fraktur. Letak fraktur yang berada di medial malleolus meng-indikasikan bahwa saat terjadi cidera, kaki berada pada posisi pronasi. Oleh karena itu cidera seperti ini disebut dengan pronation exorotation injury (PER) tingkat 1 atau lebih.
                          
Pada foto disamping, tampak fraktur transversal yang memanjang dari lateral malleolus sampai ke talus (lihat panah)
                                                
Pada foto disamping, tampak erjadi dislokasi pada ankle joint akibat fraktur pada kedua malleolus. Lateral malleolus terdorong dari anterior ke posterior. Fraktur dimulai dari ankle joint dan terus ke arah proximal.
4.3.      Teknik Posisi
a.      Alat dan Bahan
1.      Pesawat Rotgen
2.      Tabung sinar-x
3.      Screen (18 cm  x 24 cm )
4.      Kaset (18 cm  x 24 cm )
5.      Film (18 cm  x 24 cm )
6.      Marker
7.      Aprone
b.      Proyeksi
Proyeksi yang sering digunakan pada pemeriksaan ankle joint adalah AP dan Lateral. Namun untuk memperjelas gambaran radiograf dari ankle khususnya proyeksi AP digunakan proyeksi yang disebut dengan Mortise View. Berikut adalah Teknik Radiografi dari masing-masing proyeksi tersebut.
1 . Proyeksi AP (Kaset ukuran 18x24 Cm, tanpa Grid)
           PP    :   Pasien diminta untuk supine di atas meja pemeriksaan. Untuk pemeriksaan ankle joint ini tidak disarankan diambil posisi pasien erect. Hal ini dikarenakan klinis-klinis yang membawa seseorang di foto ankle joint nya biasanya adalah kasus cidera pada ankle joint yang menyebabkan fraktur, dislokasi maupun ruptur pada ligamen. Jadi posisi pasien yang erect dikhawatirkan akan menambah rasa sakit pada pasien.
                                               
           PO    :   Bagian pertengahan ankle diposisikan pada pertengahan kaset  jari-jari kaki menghadap ke atas. Untuk proyeksi AP ini, kaki tidak dirotasikan kemana pun, jadi minta pasien untuk menahan posisi jari-jari kaki menghadap ke atas ini selama pemeriksaan berlangsung.
           FFD :   90 cm            
           CR   :   Central ray diarahkan tegak lurus vertikal terhadap kaset.
           CP    :   pada pertengahan dari kedua malleolus (medial dan lateral malleolus). Malleolus adalah bagian yang terasa menonjol pada bagian samping dari ankle joint. Medial malleolus merupakan tonjolan yang bisa terasa pada sisi bagian dalam ankle joint yang merupakan milik dari os Tibia sedangkan Lateral malleolus merupakan tonjolan yang bisa terasa pada sisi bagian luar ankle joint yang merupakan milik dari os Fibula.    
                                            
KG          :  - Tampak Ankle Joint pada proyeksi AP, tanpa mengalami rotasi.
-   Tampak kira-kira 1/3 distal dari Os Tibia dan Fibula
- Tampak Os Tibia bagian lateral overlap dengan Os Fibula
- Ossa Pedis tidak  jelas terlihat, hanya talus yang jelas terlihat.
                                                 
2 .  Proyeksi Lateral
           PP    :   Pasien diposisikan agar duduk di atas meja pemeriksaan yang telah dipersiapkan dengan kedua tungkai kaki diluruskan.  
                                           
           PO    :   Tungkai kaki yang diperiksa dirotasikan lateral sesuai bagian yang terasa sakit. Jika bagian medial yang sakit, maka rotasikan kaki sehingga bagian medial menempel pada kaset, begitu sebaliknya. Tungkai kaki yang tidak diperiksa, difleksikan menjauhi ankle joint yang diperiksa. usahakan agar  pasien merasa nyaman dengan posisi ini.
           FFD :   90 cm
                                                
           CR   :   Central Ray diarahkan tegak lurus vertikal terhadap kaset.
           CP    :   Pada proyeksi mediolateral (sinar lebih dulu mengenai sisi medial) maka CP pada Medial Malleolus, kemudian pada proyeksi lateromedial (sinar lebih dulu mengenai sisi lateral) maka CP pada Lateral Malleolus.  
           KG   :   -Tampak ada gambaran dari ankle joint pada proyeksi lateral.
-Tampak Os Tibia dan Fibula Overlap pada bagian distalnya
-Tampak Calcanus pada proyeksi lateral
                   -Tampak space antara talus dengan tibia dan fibula (talo-tibiafibular joint)
              
3 .       Proyeksi Mortise View
PP    :   Pasien diminta untuk supine di atas meja pemeriksaan.
                          
          PO    :   Bagian pertengahan ankle diposisikan pada pertengahan kaset kemudian kaki di rotasikan ke arah dalam (endorotasi) sebesar 15 derajat. Agar ketinggian lateral malleolus sejajar dengan medial malleolus (dalam keadaan kaki lurus tanpa rotasi, lateral malleolus lebih rendah dibandingkan dengan medial malleolus), sehingga nantinya akan memperlihatkan dengan jelas kedua space persendian baik lateral maupun medial.
                                         
           CR   :   Central Ray diarahkan tegak lurus vertikal terhadap kaset
           CP    :   Central Pointnya pada pertengahan kedua malleolus.
           KG   :   - Tampak kedua space persendian baik lateral maupun medial jelas terlihat, tanpa mengalami overlap terutama pada lateral malleolus
- Tampak 1/3 distal dari os tibia dan juga tampak os fibula
- Tampak ossa tarsalia mengalami overlap satu sama lain, karena posisi oblique akibat endorotasi
                                              
Perbedaa foto antara foto ankle joint proyeksi AP dan Mortise View
              
Pada perbandingan foto di atas dapat dilihat bahwa foto ankle joint proyeksi AP mengalami overlap pada daerah lateral malleolus. Pada foto proyeksi mortise view, tampak dengan jelas space dari persendian di ankle joint pada sisi medial dan sisi lateral.
4.4.      Kamar Gelap
Dalam proses radiografi processing room atau kamar gelap merupakan salah satu pendukung  penting dalam menunjang keberhasilan  pemotretan . Disebabkan karena dalam processing room dapat mengubah film dari bayangan laten kedalam bayangan tampak, Processing room disebut juga final proses akhir karena processing room merupakan rangkaian terakhir dalam proses radiografi. Pengertian Processing Room adalah suatu area dilakukan pengolahan film sebelum dan sesudah di expose (bayangan laten menjadi bayangan tetap)
Ø  Fungsi processing room,antara lain :
1.      Mengisi/mengosongkan kaset
2.      Memasukkan film kedalam processing automatic
3.      Penyimpanan film yang belum di expose
4.      Prosedur duplikasi atau substraksi
5.      Silver recovery
Ø  Interior Processing Room atau Kamar Gelap
1.      Bagian basah ( wet side ) , contoh : tangki prosessing
2.      Bagian kering ( dry side ) , contoh : meja,film box, dll .
Ø  Penerangan dalam Processing Room
1.      Penerangan Umum / General illumination :
- Lampu pijar
- Lampu neon
2.      Penerangan Khusus / Special Illumination :
-       Safe light : Sebagai pengontrol processing film
-       Type langsung : Cahaya saft light langsung mengenai area bekerja. Ditempatkan min 1,2 m dari permukaan tempat bekerja, merupakan type paling baik untuk loading dan unloading casset .
-       Type tidak langsung : Merupakan penerangan umum . Safe light diarahkan ke eternity sehingga yang digunakan adalah cahaya refleksi . Ditempatkan 2,1 m dari lantai .
3.      Vising box : untuk mengecek hasil film processing
4.      Lampu Indikator : yang dipasang didepan pintu kamar gelap .
Ø  Sarana dan prasarana yang harus terdapat pada kamar gelap :
1.      Meja kering : rak kaset, film hopper dan aksesoris lainnya .
2.      Meja basah : tangki processing
3.      Label printer ( pencetak indentifikasi pasien )
4.      Cassette Hatch , alat bantu transport kaset yang dipasang pada pembatas kamar gelap dan kamar pemeriksaan
5.      Film Hopper , tempat penyimpanan film yang belum terkena exspose
6.      Cupboard, tempat penyimpanan film dalam jumlah kecil untuk mengganti apabila persediaan film pada hopper habis.
7.      Penerangan
8.      Hanger film
9.      Tower dispenser untuk mengeringkan tangan
10.  Termometer
11.  Timer
12.  Manual processing
13.  Automatic procesing
Ø  Sirkulasi Air
Sirkulasi air dialam kamar gelap harus selalu mengalir supaya kebersihan air dalam kamar gelap terus terjaga kebersihannya dan pada film tidak menimbulkan artefak . Tujuan sirkulasi air adalah untuk membersihkan film dari sisa-sisa developer dan fixer, dengan demikian cairan yang terbawa air akan mengalir serta mendukung kualitas gambar yang baik .
Ø  Transpor Film
Fungsinya untuk transportasi film dari kamar gelap ke ruang pemeriksaan atau sebaliknya, sehingga membutuhkan peralatan seperti :
1.      Transfor film :
Cassette hatch terdiri dari 2 kotak , yaitu : Expose dan unexposed
2.      Ban berjalan

4.5.      Proses Pencucian dan Pengolahan Film
a.      Manual Processing
1.      Pembangkit (developer)
Pembangkitan merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada tahap ini perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang disebut pembangkitan adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Lamanya film dalam cairan pembangkitan tergantung dari kualitas cairan developer, bila cairan dalam keadaan baik (baru) waktu yang dibutuhkan relative singkat sesuai penglihatan radiographer, sebaliknya bila cairan developer dalam keadaan kurang baik (sering digunakan) waktu yang dibutuhkan akan lebih lama disbanding cairan baru. Pada umumnya teori tentang waktu pemrosesan pada developer adalah 4 menit.
2.      Pembilasan Pertama (rinsing)
Merupakan tahap selanjutnya setelah pembangkitan. Pada waktu film dipindahkan dari tangki cairan pembangkit, cairan pembilas akan membersihkan film dari larutan pembangkit agar tidak terbawa ke dalam proses selanjutnya. Cairan pembangkit yang tersisa masih memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan walaupun film telah dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih terjadi pada proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic fog) sehingga foto hasil tidak memuaskan. Proses yang terjadi pada cairan pembilas yaitu memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan pembangkit dari permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air.
3.      Penetapan (fixing)
Diperlukan untuk menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen dengan menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa mengubah gambaran perak metalik. Tujuan dari tahap penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan oleh cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film sehingga tidak ada perubahan pada bayangan foto,. Pada proses ini juga diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air.
4.      Pembilasan Akhir (washing)
Setelah film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek dan garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut dalam air. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan air yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.
5.      Pengeringan (drying)
Merupakan tahap akhir dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak. Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan udara. Ada tiga faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi.
b. Automatic processing
1.      Prinsip Kerja Alat
Fungsi dari pada APF adalah mencuci film hasil foto secara otomatis. Dengan proses mencuci film memakai cairan Develover, Fixer, dan air kemudian dikeringkan dengan elemen sehingga film lebih cepat kering.
2.  Cara Kerja Alat
Film yang sebelumya sudah melalui proses photo dengan menggunakan Xray, kemudian diproses pada ruang gelap. Pada ruang gelap proses pencucian film menggunakan alat yang dinamakan APF (Automatic Procesing Film). Pada alat ini pencucian film dilakukan dengan tiga cairan yaitu Fixer, Developer, dan air proses pencetaan film hanya membutuhkan waktu 3 menit kurang sehingga penggunaan waktu relative lebih efisien dibandingkan dengan cara manual. Pengoperasian cetak film pada mesin ini dibantu oleh motor yang berfungsi sebagai penggerak gigi(gear) yang kemudian memutarkan roll yang membawa film pada bak developer, fixer dan air.

BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari hasil analisa diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
Ankle joint adalah persendian yang paling sering mengalami cidera pada orang dewasa. Pemeriksaan ankle jaoint dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan proyeksi AP, Lateral dan Mortise View yang akan memperlihatkan tampilan berbeda-beda dalam dalam pemberian diagnose yang tergantung kebutuhan. proyeksi mortise view adalah proyeksi yang hampir serupa dengan proyeksi antero posterior tetapi pada radiograf yang dihasilkan mortise view lebih nampak jelas posisi ankle joint sehingga memudahkan dalam penegakkan diagnosa.
2.      Saran
Teknik radiografi khususnya ankle joint agar memberikan informasi tepat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam suatu pemeriksaan atau diagnose. Radiographer hendaknya mampu memposisikan pasien senyaman mungkin dan mengambil gambar dengan tepat sehingga dapat meminimalkan terjadinya pengulangan foto, diperlukan pula ketelitian dari radiographer mulai dari pengambilan foto, pemrosesan kamar gelap, sampai pengeringannya agar diagnosa nantinya dapat ditegakkan dengan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn C.2004.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta.Gramedia.
http://nova-rahman.blogspot.com/2008/08/teknik-radiografi-ankle-mortise-view.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rabu, 02 November 2011

Tugas Perdanaku ( TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT)


KATA PENGANTAR
            Sebagai penulis tiada kata yang pantas untuk di ucapkan selain rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga kehadirat Allah SWT atas anugerah yang telah diberikannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini yang berjudul “ TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT“.
            Sangat disadari makalah ini diselesaikan hanya dengan petunjuk dari Allah SWT, penulis juga menyadari makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dan banyak keterbatasan sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat konstruktif dan membangun sehingga terarah pada kesempurnaan tulisan ini kemudian dapat menjadikan pembelajaran kepada penulis pada tugas-tugas selanjutnya.

            Penulispun tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya atas bimbingan dan arahan dalam penyusunan materi sehingga penyusunan tugas ini dapat terselesaikan kepada :
1.      Allah SWT atas nikmat kesehatan dan kesempatan.
2.      Orang tua yang memberikan bantuan secara moril dan materil serta do’anya yang selalu tercurah.
3.      Dosen Teknik Radiologi dan dosen pembimbing.
4.      Kakak – kakak senior yang juga membimbing dalam pembuatan tugas.
Akhir kata penulis sangat mengharapkan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai bahan referensi dan pembelajaran di bidang radiologi, penulispun mengharapkan agar karya tulis ini juga dapat menjadi pemandu dalam pembuatan tugas-tugas selanjutnya. 
Wassalam.

                                                                        Makassar,        November 2010


                                                                                    Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Penemuan sinar X oleh Prof. Willem Conrad Roentgen pada penghujung tahun 1895 telah membuka cakrawala kedokteran dan dianggap sebagai salah satu tonggak sejarah yang paling penting untuk saat itu. Ilmu Radiologi adalah bagian dari ilmu kedokteran yang memiliki peranan penting dalam proses penegakkan diagnosa. Untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit yang terletak didalam tubuh memerlukan pemeriksaan radiodiagnostik. Dengan pemeriksaan ini organ-organ yang berada dalam tubuh dapat diperlihatkan melalui gambaran atau pencitraan radiografi.
Perkembangan selanjutnya membuktikan bahwa sinar X ini bukan hanya bermanfaat untuk mendiagnosis penyakit tetapi juga dapat digunakan sebagai pengobatan penyakit kanker (radioterapi, onkologi radiasi).
Pemeriksaan yang juga memerlukan kreatifitas yang optimal adalah pemeriksaan ekstremitas bawah dalam hal ini ankle joint yang bertujuan untuk memberikan gambaran struktur, fisiologi dan patologi dari ankle joint. Pemeriksaan ini dapat mengevaluasi agar gambar tampak lebih jelas dan dapat memberikan informasi yang optimal, jenis pemeriksaan radiologi ini yang sering kita temui di unit radiologi adalah pemeriksaan ankle joint dengan proyeksi antero posterior (AP) dan lateral namun untuk memperjelas gambaran radiograf dari ankle joint khususnya proyeksi AP digunakan proyeksi yang disebut dengan Mortise View.
Dari tugas yang diberikan oleh dosen Teknik Radiografi tentang pemeriksaan ankle joint maka dibuatlah tugas ini dengan judul “ TEKNIK PEMERIKSAAN ANKLE JOINT.“
1.2.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pemeriksaan ankle joint.
2.      Proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan ankle joint.
3.      Bagaimana pemrosesan film dari awal hingga akhir sehingga mnghasilkan foto yang berkualitas.
1.3.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui proyeksi pada pemeriksaan ankle joint.
2.      Untuk mengetahui hasil radiografi pada proyeksi-proyeksi.
3.      Untuk media pembelajaran untuk tugas berikutnya.
1.4.      Manfaat
1.      Pengetahuan proyeksi-proyeksi pada ankle joint.
2.      Mngatahui hasil radiograf ankle joint
3.      Menambah pengetahuan dan pemahaman dalam ilmu radiologi.
4.      Penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat umumnya bagi pembaca dan penulis khususnya.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
4.1.      Anatomi dan Fisiologi
Ankle Joint (pergelangan kaki) merupakan persendian yang paling sering mengalami cidera pada orang dewasa. Penentuan bagaimana penanganannya biasanya hanya berdasarkan pemeriksaan klinis dan interpretasi dari foto-foto rontgen yang umumnya dilakukan di rumah sakit
Sendi pergelangan kaki (ankle joint) juga adalah sendi engsel yang dibentuk antara ujung bawah beserta maleolus medialisnya, dan maleolus lateralis dari fibula yang bersama-sama membentuk sebuah tulang untuk menerima badan talus. Kapsul sendi diperkuat oleh ligament-ligamen penting yang bersangkutan. Ligament deltoid di sisi medial berjalan dari maleolus medial ke tulang-tulang tarsal yang mendampinginya dan sering mengalami robek yang parah bila pergelangan kaki terkilir.
Gerakan sendi pergelangan kaki adalah fleksi (gerakkan melipat sendi) dan ekstensi (gerakkan membuka sendi) atau lebih biasa disebut dorsi-fleksi dan plantar-fleksi.
Stabilitas pada mortise ankle joint beergantung pada struktur tulang-tulang dan ligamen. Persendian utama yang berada diantara talus dan cekungan tibia. Talus yang berbentuk seperti pelana kuda sangat pas kedudukannya dengan cekungan tibia dan benturan kecil saja pada keharmonisan dari tibiotalar joint ini akan mengurangi kontak area dan akan membebani articular cartilago hal ini yang akan menyebabkan adanya arthrosis.
           
4.2.      Patologi

Indikasi yang  biasa terjadi pada ankle joint sehingga memerlukan pemeriksaan radiologi adalah :
1.      Dislokasi, yaitu terlepasnya kompresi jaringan tulang dari persatuan sendi. Dislokasi ini hanya dapat komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Dengan kata lain : sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Interpretasi Radiograf dari Beberapa Kasus Pada Foto Ankle Joint
Tampak fraktur pada medial malleolus. Fraktur ini dapat disebut  avulsion fraktur. Letak fraktur yang berada di medial malleolus meng-indikasikan bahwa saat terjadi cidera, kaki berada pada posisi pronasi. Oleh karena itu cidera seperti ini disebut dengan pronation exorotation injury (PER) tingkat 1 atau lebih.
                          
Pada foto disamping, tampak fraktur transversal yang memanjang dari lateral malleolus sampai ke talus (lihat panah)
                                                
Pada foto disamping, tampak erjadi dislokasi pada ankle joint akibat fraktur pada kedua malleolus. Lateral malleolus terdorong dari anterior ke posterior. Fraktur dimulai dari ankle joint dan terus ke arah proximal.
4.3.      Teknik Posisi
a.      Alat dan Bahan
1.      Pesawat Rotgen
2.      Tabung sinar-x
3.      Screen (18 cm  x 24 cm )
4.      Kaset (18 cm  x 24 cm )
5.      Film (18 cm  x 24 cm )
6.      Marker
7.      Aprone
b.      Proyeksi
Proyeksi yang sering digunakan pada pemeriksaan ankle joint adalah AP dan Lateral. Namun untuk memperjelas gambaran radiograf dari ankle khususnya proyeksi AP digunakan proyeksi yang disebut dengan Mortise View. Berikut adalah Teknik Radiografi dari masing-masing proyeksi tersebut.
1 . Proyeksi AP (Kaset ukuran 18x24 Cm, tanpa Grid)
           PP    :   Pasien diminta untuk supine di atas meja pemeriksaan. Untuk pemeriksaan ankle joint ini tidak disarankan diambil posisi pasien erect. Hal ini dikarenakan klinis-klinis yang membawa seseorang di foto ankle joint nya biasanya adalah kasus cidera pada ankle joint yang menyebabkan fraktur, dislokasi maupun ruptur pada ligamen. Jadi posisi pasien yang erect dikhawatirkan akan menambah rasa sakit pada pasien.
                                               
           PO    :   Bagian pertengahan ankle diposisikan pada pertengahan kaset  jari-jari kaki menghadap ke atas. Untuk proyeksi AP ini, kaki tidak dirotasikan kemana pun, jadi minta pasien untuk menahan posisi jari-jari kaki menghadap ke atas ini selama pemeriksaan berlangsung.
           FFD :   90 cm            
           CR   :   Central ray diarahkan tegak lurus vertikal terhadap kaset.
           CP    :   pada pertengahan dari kedua malleolus (medial dan lateral malleolus). Malleolus adalah bagian yang terasa menonjol pada bagian samping dari ankle joint. Medial malleolus merupakan tonjolan yang bisa terasa pada sisi bagian dalam ankle joint yang merupakan milik dari os Tibia sedangkan Lateral malleolus merupakan tonjolan yang bisa terasa pada sisi bagian luar ankle joint yang merupakan milik dari os Fibula.    
                                            
KG          :  - Tampak Ankle Joint pada proyeksi AP, tanpa mengalami rotasi.
-   Tampak kira-kira 1/3 distal dari Os Tibia dan Fibula
- Tampak Os Tibia bagian lateral overlap dengan Os Fibula
- Ossa Pedis tidak  jelas terlihat, hanya talus yang jelas terlihat.
                                                 
2 .  Proyeksi Lateral
           PP    :   Pasien diposisikan agar duduk di atas meja pemeriksaan yang telah dipersiapkan dengan kedua tungkai kaki diluruskan.  
                                           
           PO    :   Tungkai kaki yang diperiksa dirotasikan lateral sesuai bagian yang terasa sakit. Jika bagian medial yang sakit, maka rotasikan kaki sehingga bagian medial menempel pada kaset, begitu sebaliknya. Tungkai kaki yang tidak diperiksa, difleksikan menjauhi ankle joint yang diperiksa. usahakan agar  pasien merasa nyaman dengan posisi ini.
           FFD :   90 cm
                                                
           CR   :   Central Ray diarahkan tegak lurus vertikal terhadap kaset.
           CP    :   Pada proyeksi mediolateral (sinar lebih dulu mengenai sisi medial) maka CP pada Medial Malleolus, kemudian pada proyeksi lateromedial (sinar lebih dulu mengenai sisi lateral) maka CP pada Lateral Malleolus.  
           KG   :   -Tampak ada gambaran dari ankle joint pada proyeksi lateral.
-Tampak Os Tibia dan Fibula Overlap pada bagian distalnya
-Tampak Calcanus pada proyeksi lateral
                   -Tampak space antara talus dengan tibia dan fibula (talo-tibiafibular joint)
              
3 .       Proyeksi Mortise View
PP    :   Pasien diminta untuk supine di atas meja pemeriksaan.
                          
          PO    :   Bagian pertengahan ankle diposisikan pada pertengahan kaset kemudian kaki di rotasikan ke arah dalam (endorotasi) sebesar 15 derajat. Agar ketinggian lateral malleolus sejajar dengan medial malleolus (dalam keadaan kaki lurus tanpa rotasi, lateral malleolus lebih rendah dibandingkan dengan medial malleolus), sehingga nantinya akan memperlihatkan dengan jelas kedua space persendian baik lateral maupun medial.
                                         
           CR   :   Central Ray diarahkan tegak lurus vertikal terhadap kaset
           CP    :   Central Pointnya pada pertengahan kedua malleolus.
           KG   :   - Tampak kedua space persendian baik lateral maupun medial jelas terlihat, tanpa mengalami overlap terutama pada lateral malleolus
- Tampak 1/3 distal dari os tibia dan juga tampak os fibula
- Tampak ossa tarsalia mengalami overlap satu sama lain, karena posisi oblique akibat endorotasi
                                              
Perbedaa foto antara foto ankle joint proyeksi AP dan Mortise View
              
Pada perbandingan foto di atas dapat dilihat bahwa foto ankle joint proyeksi AP mengalami overlap pada daerah lateral malleolus. Pada foto proyeksi mortise view, tampak dengan jelas space dari persendian di ankle joint pada sisi medial dan sisi lateral.
4.4.      Kamar Gelap
Dalam proses radiografi processing room atau kamar gelap merupakan salah satu pendukung  penting dalam menunjang keberhasilan  pemotretan . Disebabkan karena dalam processing room dapat mengubah film dari bayangan laten kedalam bayangan tampak, Processing room disebut juga final proses akhir karena processing room merupakan rangkaian terakhir dalam proses radiografi. Pengertian Processing Room adalah suatu area dilakukan pengolahan film sebelum dan sesudah di expose (bayangan laten menjadi bayangan tetap)
Ø  Fungsi processing room,antara lain :
1.      Mengisi/mengosongkan kaset
2.      Memasukkan film kedalam processing automatic
3.      Penyimpanan film yang belum di expose
4.      Prosedur duplikasi atau substraksi
5.      Silver recovery
Ø  Interior Processing Room atau Kamar Gelap
1.      Bagian basah ( wet side ) , contoh : tangki prosessing
2.      Bagian kering ( dry side ) , contoh : meja,film box, dll .
Ø  Penerangan dalam Processing Room
1.      Penerangan Umum / General illumination :
- Lampu pijar
- Lampu neon
2.      Penerangan Khusus / Special Illumination :
-       Safe light : Sebagai pengontrol processing film
-       Type langsung : Cahaya saft light langsung mengenai area bekerja. Ditempatkan min 1,2 m dari permukaan tempat bekerja, merupakan type paling baik untuk loading dan unloading casset .
-       Type tidak langsung : Merupakan penerangan umum . Safe light diarahkan ke eternity sehingga yang digunakan adalah cahaya refleksi . Ditempatkan 2,1 m dari lantai .
3.      Vising box : untuk mengecek hasil film processing
4.      Lampu Indikator : yang dipasang didepan pintu kamar gelap .
Ø  Sarana dan prasarana yang harus terdapat pada kamar gelap :
1.      Meja kering : rak kaset, film hopper dan aksesoris lainnya .
2.      Meja basah : tangki processing
3.      Label printer ( pencetak indentifikasi pasien )
4.      Cassette Hatch , alat bantu transport kaset yang dipasang pada pembatas kamar gelap dan kamar pemeriksaan
5.      Film Hopper , tempat penyimpanan film yang belum terkena exspose
6.      Cupboard, tempat penyimpanan film dalam jumlah kecil untuk mengganti apabila persediaan film pada hopper habis.
7.      Penerangan
8.      Hanger film
9.      Tower dispenser untuk mengeringkan tangan
10.  Termometer
11.  Timer
12.  Manual processing
13.  Automatic procesing
Ø  Sirkulasi Air
Sirkulasi air dialam kamar gelap harus selalu mengalir supaya kebersihan air dalam kamar gelap terus terjaga kebersihannya dan pada film tidak menimbulkan artefak . Tujuan sirkulasi air adalah untuk membersihkan film dari sisa-sisa developer dan fixer, dengan demikian cairan yang terbawa air akan mengalir serta mendukung kualitas gambar yang baik .
Ø  Transpor Film
Fungsinya untuk transportasi film dari kamar gelap ke ruang pemeriksaan atau sebaliknya, sehingga membutuhkan peralatan seperti :
1.      Transfor film :
Cassette hatch terdiri dari 2 kotak , yaitu : Expose dan unexposed
2.      Ban berjalan

4.5.      Proses Pencucian dan Pengolahan Film
a.      Manual Processing
1.      Pembangkit (developer)
Pembangkitan merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada tahap ini perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang disebut pembangkitan adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Lamanya film dalam cairan pembangkitan tergantung dari kualitas cairan developer, bila cairan dalam keadaan baik (baru) waktu yang dibutuhkan relative singkat sesuai penglihatan radiographer, sebaliknya bila cairan developer dalam keadaan kurang baik (sering digunakan) waktu yang dibutuhkan akan lebih lama disbanding cairan baru. Pada umumnya teori tentang waktu pemrosesan pada developer adalah 4 menit.
2.      Pembilasan Pertama (rinsing)
Merupakan tahap selanjutnya setelah pembangkitan. Pada waktu film dipindahkan dari tangki cairan pembangkit, cairan pembilas akan membersihkan film dari larutan pembangkit agar tidak terbawa ke dalam proses selanjutnya. Cairan pembangkit yang tersisa masih memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan walaupun film telah dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih terjadi pada proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic fog) sehingga foto hasil tidak memuaskan. Proses yang terjadi pada cairan pembilas yaitu memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan pembangkit dari permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air.
3.      Penetapan (fixing)
Diperlukan untuk menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen dengan menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa mengubah gambaran perak metalik. Tujuan dari tahap penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan oleh cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film sehingga tidak ada perubahan pada bayangan foto,. Pada proses ini juga diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air.
4.      Pembilasan Akhir (washing)
Setelah film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek dan garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut dalam air. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan air yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.
5.      Pengeringan (drying)
Merupakan tahap akhir dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak. Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan udara. Ada tiga faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi.
b. Automatic processing
1.      Prinsip Kerja Alat
Fungsi dari pada APF adalah mencuci film hasil foto secara otomatis. Dengan proses mencuci film memakai cairan Develover, Fixer, dan air kemudian dikeringkan dengan elemen sehingga film lebih cepat kering.
2.  Cara Kerja Alat
Film yang sebelumya sudah melalui proses photo dengan menggunakan Xray, kemudian diproses pada ruang gelap. Pada ruang gelap proses pencucian film menggunakan alat yang dinamakan APF (Automatic Procesing Film). Pada alat ini pencucian film dilakukan dengan tiga cairan yaitu Fixer, Developer, dan air proses pencetaan film hanya membutuhkan waktu 3 menit kurang sehingga penggunaan waktu relative lebih efisien dibandingkan dengan cara manual. Pengoperasian cetak film pada mesin ini dibantu oleh motor yang berfungsi sebagai penggerak gigi(gear) yang kemudian memutarkan roll yang membawa film pada bak developer, fixer dan air.

BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari hasil analisa diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
Ankle joint adalah persendian yang paling sering mengalami cidera pada orang dewasa. Pemeriksaan ankle jaoint dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan proyeksi AP, Lateral dan Mortise View yang akan memperlihatkan tampilan berbeda-beda dalam dalam pemberian diagnose yang tergantung kebutuhan. proyeksi mortise view adalah proyeksi yang hampir serupa dengan proyeksi antero posterior tetapi pada radiograf yang dihasilkan mortise view lebih nampak jelas posisi ankle joint sehingga memudahkan dalam penegakkan diagnosa.
2.      Saran
Teknik radiografi khususnya ankle joint agar memberikan informasi tepat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam suatu pemeriksaan atau diagnose. Radiographer hendaknya mampu memposisikan pasien senyaman mungkin dan mengambil gambar dengan tepat sehingga dapat meminimalkan terjadinya pengulangan foto, diperlukan pula ketelitian dari radiographer mulai dari pengambilan foto, pemrosesan kamar gelap, sampai pengeringannya agar diagnosa nantinya dapat ditegakkan dengan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn C.2004.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta.Gramedia.
http://nova-rahman.blogspot.com/2008/08/teknik-radiografi-ankle-mortise-view.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

more than radiologhy^^ Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal